Hari-hari Penuh Pikiran Kosong

M.
2 min readOct 17, 2021

Kupikir aku ambisius. Kupikir aku suka mengejar karir. Kupikir aku suka tantangan. Ternyata, aku hanya ingin hidup biasa saja dengan rutinitas yang membosankan. Bangun tidur, buka HP, membaca berita, berinvestasi di saham, sarapan dan ngopi, mengobrol dengan papiku, mandi, baca buku, mengirim lamaran pekerjaan, mengerjakan pekerjaan lepas waktu, baca komik, nonton drama seri, menulis jurnal, makan malam, memperbarui kabar teman via media sosial, jalan-jalan malam keliling komplek perumahan, mandi lagi, mendengarkan lagu, membaca buku sampai ketiduran, dan mengulang rutinitas dari awal lagi. Kadang aku mengganti rutinitas pekerjaan lepas waktu dengan pelajaran kelas gratis tentang apa pun — entah itu tentang manajemen produk, bahasa Jerman, atau pemasaran digital. Sungguh rutinitas yang membosankan dengan aktivitas yang menumpulkan pikiran.

Aku tidak tahu aku senang atau tidak. Hanya saja aku mungkin tidak menyesal atau komplen jika harus menjalani hidup seperti demikian. Beberapa kegiatan bisa diganti dengan pekerjaan rumah tangga, seperti memasak, menyapu, menjemur baju dan menyeterikanya, atau sekadar membereskan perabot rumah tangga. Asalkan bukan pekerjaan rumah tangga yang menggunakan banyak air, aku dengan senang hati melakukannya.

Aku tak tahu apa yang aku inginkan lagi. Beberapa kali aku menemukan diriku lelah untuk berusaha mempertahankan sesuatu. Rasanya ingin sekali untuk meruntuhkan segalanya, membiarkan semuanya hancur, dan melepaskan semua tanggung jawab yang dibebankan padaku. Tapi, pada saat yang sama, rasanya tidak mungkin. Hmmm, atau bisa dibilang, rasanya kurang bijak. Semua terasa begitu melelahkan dan aku hanya ingin tidur siang selama-lamanya supaya tidak memikirkan dan menjalani itu semua.

Lalu…

Aku sudah lelah mencari. Aku hanya ingin menikmati hidup ini dengan perlahan. Menjalani hari yang panjang ini sambil menikmati es kopi susu dan semangkuk bakso sapi hangat. Tanpa beban.

Lalu…

Kusadari itu tidak mungkin. Terlebih jika kamu bukan seseorang dengan privilej khusus.

Lalu…

Kamu dan aku hidup itu buat apa, selain untuk mati?

--

--

M.

Halo, aku punya perasaan buruk tentang diri sendiri. Harap maklum untuk tulisan 40% kegundahan batin, 35% kegaduhan kepala, dan sisanya kepikiran aja gitu.